Kamis, 06 November 2008

Hidup Segan Mati Tak Mau

"Lupakah para mahasiswa yang terhormat dan terdidik dari suatu institusi teknik di bandung ini, apa-apa yang pernah dilakukan salah satu alumnusnya yang di kemudian hari menjadi Bapak Pendiri Negara ini. Saya yakin 100% bahwa kondisi di awal abad 20 dan yang sekarang dinamakan Indonesia di abad 21, tidak jauh berbeda. Kesusahan, keruwetan, ketidakpastian, kebingungan, kemenderitaan, kemiskinan, keterpurukan dan semua kata-kata yang mewakili suasana chaos.Tapi, somehow, waktu itu bangsa ini bisa menelurkan para pemuda-pemuda yang gak memble dan hanya bisa mengeluh saja, melainkan pemuda-pemuda yang gigih, yang mau berkorban demi tanah kelahirannya, yang dengan penuh keyakinan menerjang suatu kekuasaan yang amat besar yang dinamakan penjajahan oleh bangsa asing, dan mereka tidak merasa terintimidasi dan terkagum-kagum terhadap kemancungan hidung dan putihnya kulit sang penjajah, tapi mereka merasa bahwa kita sama-sama manusia dan berhak hidup merdeka!

Dan sebagai pamrih dari kegigihan dan semangat mereka maka lahirlah suatu Maha Karya Agung yang dinamakan Negara Indonesia, Bayangkan! Dibalik penghinaan dan perendahan terhadap manusia-manusia yang disebut Bangsa Indonesia, dahulu manusia Indonesia mampu mendirikan suatu negara! prestasi yang luar biasa dan juga tidak luar biasa, karena di kemudian hari hasil karya manusia2 Indonesia terdahulu ini hanya dimanfaatkan oleh manusia2 Indonesia kini sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadi atau tempat numpang lahir beberapa manusia yang lalu pindah ke luar negeri atau bergaya seperti orang asing karena apa-apa yang asing lebih elite, lebih gaya, dan lebih kaya dan apa-apa yang Indonesia adalah kampungan, masa lalu, terbelakang, gak gaya dan gak elite, tanpa ada usaha yang gigih untuk me-tidak-kampung-kannya, meng-kini-kannya, me-maju-kannya, meng-gaya-kannya, dan meng-elit-kannya.

Kemana perginya orang-orang baik ini? Kemana perginya orang-orang yang gigih memperjuangkan sesuatu yang dinamakan Indonesia ini? Kenapa Tuhan tega-teganya memberikan anak-anak bangsa yang hanya mampu mengeluh dan membanding-bandingkan bangsanya sendiri dengan bangsa yang sudah maju tanpa diberkati kegigihan dan visi untuk mensejajarkan bangsanya dalam kemajuan juga, Kenapa Tuhan tega-teganya memberikan anak-anak bangsa yang lebih bangga menggunakan bahasa asing dan memalingkan muka dari tradisi dan bahasa ibunya sendiri dan malah mencibirnya dengan kata-kata kampungan… Oh Teganya… kalau saja Bumi Indonesia diberkati pilihan dan keinginan seperti layaknya manusia, mungkin dia berharap untuk tidak pernah lahir sama sekali ke dunia ini kalau hanya untuk dicerca dan disalahkan tanpa henti… Oh Teganya… Dan Ibu Pertiwi pun melanjutkan tangisnya yang seakan tiada henti…."

Tidak ada komentar: