Minggu, 09 November 2008

PERANG SALIB


Saya selalu mengira bahwa Perang Salib sudah berakhir pada tahun 1271. Saya tidak terlalu mempelajari secara mendalam sejarah Perang Salib karena sepertinya saya tahu bahwa hal yang membawa doktrin-doktrin agama pada ujung-ujungnya cuma akan berakhir pada perebutan hegemoni dan materi. Perebutan hegemoni antara Kristen dan Islam.

Dugaan saya bahwa perang salib telah berakhir ternyata salah. Perang salib ternyata masih berlanjut dalam bentuk yang lain. Dugaan ini saya kaitkan dengan pengalaman yang nyatanya memang banyak terjadi. misal : Saya pernah berpacaran dengan perempuan yang tidak seagama. Saya adalah seorang Kristen dan dia adalah seorang Muslimah.

sebagai cerita bahwa saya pernah berpacaran dengan perempuan yang berbeda agama sering saya sembunyikan. Semata karena alasan bahwa jika saya menyebutkan fakta ini maka pembicaraan akan mengarah pada apa yang saya sebut perang salib masa kini.

Perang salib ini dalam konteks perang ideologi antara dua kubu, yaitu yang mengaku beragama Islam dan yang mengaku beragama Kristen. Dan saya bagai pelanduk yang berada di tengah-tengah.

Ketika saya berdiskusi dengan orang yang beragama Kristen dan kemudian saya mengungkapkan bahwa mantan pacar saya adalah seorang muslimah. Pernyataan pertama yang muncul, kenapa saya tidak mengajak dia untuk menjadi Kristen. Supaya hubungan dapat langgeng, dilanjutkan ke pelaminan, dan disetujui oleh catatan sipil.

Inti dari pernyataan itu adalah kenapa saya tidak mengubah status dia dari yang beragama Islam menjadi beragama Kristen. Saya tahu pertanyaan ini akan muncul. Supaya suasana menjadi dramatis maka saya pun mengeluarkan air muka kaget sambil "Oh bisa ya."

Ketika saya berdiskusi dengan orang yang beragama Islam dan kemudian saya mengungkapkan bahwa mantan pacar saya adalah seorang muslimah. Pernyataan pertama yang muncul, kenapa saya tidak pindah menjadi Islam. Supaya hubungan dapat langgeng, dilanjutkan ke pelaminan, dan disetujui oleh catatan sipil.

Inti dari pernyataan itu adalah kenapa saya tidak mengubah status saya dari yang beragama Kristen menjadi beragama Islam. Lagi-lagi saya saya tahu bahwa pertanyaan ini akan muncul dan lagi-lagi saya berusaha membuat suasana menjadi dramatis dengan mengeluarkan air muka kaget sambil berkata "Oh bisa ya."

Untuk apa saya perlu menjadi seorang Muslim, sedangkan menjadi seorang Kristen saja saya tidak becus. Berpindahnya saya dari agama satu ke agama yang lain pada akhirnya menjadi tidak ada gunanya. Artinya jika saya menjadi beragama Islam pun, saya akan menjadi seorang Muslim yang tidak becus. Bagaimana saya bisa menjadi tiang shalat dan imam keluarga jika saya adalah Muslim yang tidak becus.

Lagipula apa pentingnya beragama Kristen atau Islam. Bagi saya keduanya sama saja. Toh selama ini saya menganggap agama adalah sebuah ilmu pengetahuan. Saya tidak perlu menjadi seorang Muslim untuk mempelajari agama Islam. Dan orang tidak perlu menganut agama Kristen untuk mempelajari agama Kristen. Bagi saya, jalan menuju Tuhan bukanlah agama. Iman, itulah jalan untuk menuju Tuhan.

Untuk apa saya meminta dia untuk menjadi Kristen. Seumur hidup dia seorang muslimah. Hanya karena saya tahu bahwa dia sayang kepada saya, artinya saya punya hak untuk mengubah agama dia? Toh tidak ada jaminan kepindahan agama dia akan menjadikan dia menjadi seorang Kristen yang soleh. Lagipula saya sudah sering melihat kejadian ketika sepasang orang tua menjadi patah hati menyaksikan anak mereka berpindah agama demi cinta sang anak kepada pasangan dia. Hal yang yang tidak pernah ingin saya lakukan adalah menyakiti hati orang tua siapa pun.

Saya memang tidak akan pernah mengerti mengapa agama menjadi sangat penting di Indonesia ini, dan di belahan dunia mana pun. Padahal segala masalah di dunia ini berawal dari agama. Bukan artinya agama adalah sumber segala masalah. Memang manusianya saja yang memang tidak pernah bisa menghargai adanya perbedaan. Itu semua adalah akibat Kutukan Menara Babel.


1 komentar:

rumah hati mengatakan...

Kutukan menara babel adalah terciptanya ragam bahasa di dunia ini, karena pada akhirnya bahasa itulah yang memisahkan manusia satu dan lainnya. Dengan penjelasan sederhana: bahasa membingkai (mengkotakan) realitas, padahal realitas yang manusia pahami dalam bahasa hanyalah sebentuk fragmen (patahan). Merasa telah memahami realitas karena memiliki bahasa, manusia juga seolah memiliki kuasa dalam pengalaman -yang kemudian disebut pengetahuan. Oleh karenanyalah pengetahuan adalah kekuasaan "knowledge is power" demikian ungkap Foucault. Pertautan dan pertentangan kekuasaan inilah yang menjalin persoalan dikemudian hari. Kenapa? karena manusia harus bertahan hidup. Bagaimana masih ingin berkuasa?hahahaha....Mari merdeka dan hidup bersama....