Ya.
saya setuju kawan..
hidup memang bukan bicara tentang hitam dan putih,
bukan memilih antara benar dan salah.
hidup adalah merah dan hitam,
berbicara tentang pilihan untuk jadi berani
atau pengecut.
saya setuju kawan, sangat setuju...
"Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."
Ya.
saya setuju kawan..
hidup memang bukan bicara tentang hitam dan putih,
bukan memilih antara benar dan salah.
hidup adalah merah dan hitam,
berbicara tentang pilihan untuk jadi berani
atau pengecut.
saya setuju kawan, sangat setuju...
Dunia kerja memang berbeda.
Kadang kita harus mencari jatidiri kembali, mengamati lagi apa tujuan, bertanya lagi pada nurani.
Idealisme akan mendapat lawan yang cukup tangguh.
Seseorang berkata, “ dunia kerja tidak seperti dunia kampus, akan sangat berbeda, akan muncul banyak hal yang menentang nurani kita, mulai dari hal2 kecil yang sepele hingga hal2 yang cukup besar. Jangan sampai hal2 kecil itu mampu membuat kita berubah, meruntuhkan idealisme, membawa kita hanyut dalam arus yang mungkin menyesatkan.”
Aku ingin menjadi ikan di lautan, tidak harus jadi asin, tidak ikut jadi asin. Mampu mengendalikan diri, tepat memaknai, kapan harus ikut jadi arus, kapan harus menantang arus
Semoga nurani tetap terjaga
Aku masih belum menemukan apa yang menjadi tujuanku.
Tak perlu muluk, bermimpi membuat bangsa ini jadi bersih,
Masih perlu mengatur diri agar jadi lebih baik.
Akan ku mulai dari aku.....
Dari dulu aku sering berpikir, Tuhan sedang khilaf sekali terhadap dua agama ini. Kasihan, kadang-kadang. Keduanya agama yang paling banyak mendapat janji-janji eksklusif dari Tuhan, dan yang lebih kacaunya, juga mendapat perintah untuk menyebar ke segala sudut bumi, dibebani missi untuk merekrut sebanyak mungkin pengikut.
Tuhan seolah seperti ketua partai yang kekurangan konstituen menjelang pemilu. Tuhan seperti sesuatu yang lemah lesu kurang gairah dan kurang tenaga, sehingga perlu pertolongan dan bantuan manusia untuk sekadar merekrut pengikut. Tuhan seperti gentar, gemetaran dipelototi Iblis dari kejauhan...
Sungguhkah Tuhan pernah “minta tolong” seperti itu? Atau Tuhan sungguhankah yang minta tolong itu, yang memotivasi kedua agama itu untuk berebut pengikut, yang kemudian menjerumuskan mereka ke perang-perang “suci” hingga hari ini? Kalau sungguh, tanpa mengurangi rasa hormat, dengan sangat menyesal, Itu bukan tuhan saya...
Saya tak sudi bertuhankan sesuatu yang bicara begini kepada agama ini, dan bicara begitu kepada agama itu. Saya bodoh, tapi tidak begitu bodohnya untuk beriman kepada Sesuatu yang lemah, yang perlu pertolongan manusia untuk menegakkan kebenaran, untuk menghadapi iblis secara keroyokan...
Sudah menjadi sesuatu rahasia umum, anda pasti pernah menemukan perdebatan panas sekaligus menjijikkan, antara orang-orang yang menganggap agamanya paling benar.
Tidak sekadar mempertahankan kebenaran agamanya, mereka juga menyerang secara brutal agama lain. Hasilnya, kedua agama itu terlihat sama-sama konyol, sama-sama tak logis. Dan itu tadi, yang akhirnya mendapat trofi kemenangan adalah saudara-saudara kita yang atheis, sebab akhirnya kedua orang bertengkar itu membuka sendiri borok dan kelemahan masing-masing. Mengenaskan kan?
Secara pribadi,
Memang harus saya katakan, saya memilih tetap dalam agama saya sekarang bukan karena saya anggap agama itu paling bagus, dan paling-paling lain nya. Saya tak berpindah ke agama lain karena saya tahu dalam agama saya ada kebaikan seperti dalam agama lain, dan dalam agama lain ada keburukan yang ada dalam agama saya......
Dan harusnya inilah yang dipegang, bahwa semua itu ada dan berada demi tujuan yang baik.
Meski fanatisme rasanya ada di semua agama, tetapi pada kedua agama ini kecenderungan itu sudah keterlaluan. Mereka mungkin lupa silsilah, sama-sama anak kandung Ibrahim, dari ibu yang berbeda.
Makanya jangan poligami!
Tiba-tiba pengen nulis ini. Walaupun aslinya nih sekarang lagi masa parah-parahnya. Edannya lagi, kok ya sekeliling isinya juga sama. Dan ngga tau kenapa, saya jadi tertawa sendiri…
HAUAKAKAUAHA..............
Ngakak Poll. Susah kok ya ngajak-ngajak. HeheheHe… Mana pada curhat lagi. Enggak tau apa aku yang dicurhatin juga lagi ruwet...........................bla-bla-bla
Sekarang, saat ini, saya tengah tersenyum dan tertawa
Inilah yang aku cintai dengan sekitarku. Bisa menertawai kesusahan. Ini malah lagi pada teriak teriak kesetanan. Mulai dari teman dari sumatera saya yang berteriak kerjaannya gak beres-beres sampai teman saya yang cuman bisa diem melongo, " hadoohhh, kapan ya selesainya ". Kalau orang liat disini, mungkin mereka tak pernah menyangka kita ini semua sedang menggila menanti selesainya hidup kami di penampungan..
Senyum. Bersyukur. Aku percaya bahwa semua ada maksudnya. God never sleep.
Senyum dan tetap bersyukur adalah energi. Energi yang tidak hanya mampu memberikan efek bagi kita sendiri, tapi mampu menebar energi positif kesekelilingnya.
Senyum, dan tetap bersyukur adalah sebuah doa. Sebuah keyakinan. Sebuah ketulusan dan kepercayaan yang mendalam.
So, Bagaimanapun kondisinya, Teh botol Sosor tetap yang paling cihuy,,
Mari tersenyum dan Terus bersyukur
Makin hari memang makin aneh-aneh saja iklan di TV. Kali ini soal banyaknya iklan tentang SMS yang bagiku sama sekali tidak masuk akal. Anehnya, hal-hal tak logis ini memborbardir penonton TV tiap hari.
Iklan SMS itu beraneka rupa. Tapi pada dasarnya membujuk kita untuk berlangganan layanan tertentu dengan mengirim REG spasi bentuk layanan ke nomor tertentu. Secara sekilas, aku lihat layanan yang ditawarkan itu mulai dari ramalan nasib, jodoh, musik, tato, game, sampai agama, bahkan " butuh teman curhat, ahhhhhh ". Semua campur aduk ada di sana.
Kalau SMS semacam agama masih bisa diterima dengan akal sehat. Ini mungkin untuk orang-orang yang merasa hidupnya kering kemarau sehingga perlu siraman rohani. Tapi kadang-kadang malah aneh. Seolah-olah SMS tentang hal-hal religius, tapi buntutnya judi dalam bentuk tidak langsung. Hadiahnya.. ...umrah. Lha betapa anehnya, umrah kok hadiah dari judi. Batas yang musrik dan sakral memang makin gak jelas lagi......
SMS yang paling tak masuk akal adalah soal ramalan nasib. Jadi kalau mau tahu tentang kerjaan apa yang cocok buat kita, silakan SMS weton kirim ke nomor XXX. Ada pula SMS Jodoh untuk menilai apakah pasangan kita saat ini berjodoh atau tidak dengan kita.
Secara terus menerus, iklan-iklan SMS itu mempengaruhi penonton TV. Seolah-olah SMS lah yang sekarang jadi Yang Maha Kuasa. Kalau mau cari jodoh, cukup ketik Reg Jodoh. Kalau mau tahu pekerjaan yang cocok ketik Reg Weton. Sampai tato nama kita di tubuh Dewi Persik pun bisa. Wislah pokoke sama sekali tidak masuk akal....
Tentu saja tidak masuk akal. Bagaimana mungkin seorang Ki GENDENG EDAN GILA ASOY TENAN yang hanya dengan itung-itungan tidak jelas lalu SMS itu bisa menentukan apakah pasangan kita sekarang ini jodoh atau tidak. Bagaimana bisa hanya dengan melihat weton lalu kita bisa menentukan apa jenis pekerjaan yang harus kita pilih.
SMS-SMS tak masuk akal itu memang jadi ironi zaman ini. Ketika teknologi justru digunakan untuk menggoblokan akal sehat. Ketika banyak orang putus asa dengan hidupnya lalu merasa bahwa SMS itu bisa menjadi jalan keluar bagi masalahnya. SMS itu bukan memberi jawaban, tapi sebaliknya, menjajah dan memperbodoh pikiran
Mari merayakan ironi kedangkalan omong kosong ini dengan mengetik Reg Spasi Idiot lalu kirim ke nomor HP masing-masing.......................
" Ohhh, anda tidak cocok bekerja di darat, cocoknya di air, jadi berang berang sirkus...."
Saya selalu mengira bahwa Perang Salib sudah berakhir pada tahun 1271. Saya tidak terlalu mempelajari secara mendalam sejarah Perang Salib karena sepertinya saya tahu bahwa hal yang membawa doktrin-doktrin agama pada ujung-ujungnya cuma akan berakhir pada perebutan hegemoni dan materi. Perebutan hegemoni antara Kristen dan Islam.
Dugaan saya bahwa perang salib telah berakhir ternyata salah. Perang salib ternyata masih berlanjut dalam bentuk yang lain. Dugaan ini saya kaitkan dengan pengalaman yang nyatanya memang banyak terjadi. misal : Saya pernah berpacaran dengan perempuan yang tidak seagama. Saya adalah seorang Kristen dan dia adalah seorang Muslimah.
sebagai cerita bahwa saya pernah berpacaran dengan perempuan yang berbeda agama sering saya sembunyikan. Semata karena alasan bahwa jika saya menyebutkan fakta ini maka pembicaraan akan mengarah pada apa yang saya sebut perang salib masa kini.
Perang salib ini dalam konteks perang ideologi antara dua kubu, yaitu yang mengaku beragama Islam dan yang mengaku beragama Kristen. Dan saya bagai pelanduk yang berada di tengah-tengah.
Ketika saya berdiskusi dengan orang yang beragama Kristen dan kemudian saya mengungkapkan bahwa mantan pacar saya adalah seorang muslimah. Pernyataan pertama yang muncul, kenapa saya tidak mengajak dia untuk menjadi Kristen. Supaya hubungan dapat langgeng, dilanjutkan ke pelaminan, dan disetujui oleh catatan sipil.
Inti dari pernyataan itu adalah kenapa saya tidak mengubah status dia dari yang beragama Islam menjadi beragama Kristen. Saya tahu pertanyaan ini akan muncul. Supaya suasana menjadi dramatis maka saya pun mengeluarkan air muka kaget sambil "Oh bisa ya."
Ketika saya berdiskusi dengan orang yang beragama Islam dan kemudian saya mengungkapkan bahwa mantan pacar saya adalah seorang muslimah. Pernyataan pertama yang muncul, kenapa saya tidak pindah menjadi Islam. Supaya hubungan dapat langgeng, dilanjutkan ke pelaminan, dan disetujui oleh catatan sipil.
Inti dari pernyataan itu adalah kenapa saya tidak mengubah status saya dari yang beragama Kristen menjadi beragama Islam. Lagi-lagi saya saya tahu bahwa pertanyaan ini akan muncul dan lagi-lagi saya berusaha membuat suasana menjadi dramatis dengan mengeluarkan air muka kaget sambil berkata "Oh bisa ya."
Untuk apa saya perlu menjadi seorang Muslim, sedangkan menjadi seorang Kristen saja saya tidak becus. Berpindahnya saya dari agama satu ke agama yang lain pada akhirnya menjadi tidak ada gunanya. Artinya jika saya menjadi beragama Islam pun, saya akan menjadi seorang Muslim yang tidak becus. Bagaimana saya bisa menjadi tiang shalat dan imam keluarga jika saya adalah Muslim yang tidak becus.
Lagipula apa pentingnya beragama Kristen atau Islam. Bagi saya keduanya sama saja. Toh selama ini saya menganggap agama adalah sebuah ilmu pengetahuan. Saya tidak perlu menjadi seorang Muslim untuk mempelajari agama Islam. Dan orang tidak perlu menganut agama Kristen untuk mempelajari agama Kristen. Bagi saya, jalan menuju Tuhan bukanlah agama. Iman, itulah jalan untuk menuju Tuhan.
Untuk apa saya meminta dia untuk menjadi Kristen. Seumur hidup dia seorang muslimah. Hanya karena saya tahu bahwa dia sayang kepada saya, artinya saya punya hak untuk mengubah agama dia? Toh tidak ada jaminan kepindahan agama dia akan menjadikan dia menjadi seorang Kristen yang soleh. Lagipula saya sudah sering melihat kejadian ketika sepasang orang tua menjadi patah hati menyaksikan anak mereka berpindah agama demi cinta sang anak kepada pasangan dia. Hal yang yang tidak pernah ingin saya lakukan adalah menyakiti hati orang tua siapa pun.
Saya memang tidak akan pernah mengerti mengapa agama menjadi sangat penting di Indonesia ini, dan di belahan dunia mana pun. Padahal segala masalah di dunia ini berawal dari agama. Bukan artinya agama adalah sumber segala masalah. Memang manusianya saja yang memang tidak pernah bisa menghargai adanya perbedaan. Itu semua adalah akibat Kutukan Menara Babel.
"Lupakah para mahasiswa yang terhormat dan terdidik dari suatu institusi teknik di bandung ini, apa-apa yang pernah dilakukan salah satu alumnusnya yang di kemudian hari menjadi Bapak Pendiri Negara ini. Saya yakin 100% bahwa kondisi di awal abad 20 dan yang sekarang dinamakan Indonesia di abad 21, tidak jauh berbeda. Kesusahan, keruwetan, ketidakpastian, kebingungan, kemenderitaan, kemiskinan, keterpurukan dan semua kata-kata yang mewakili suasana chaos.Tapi, somehow, waktu itu bangsa ini bisa menelurkan para pemuda-pemuda yang gak memble dan hanya bisa mengeluh saja, melainkan pemuda-pemuda yang gigih, yang mau berkorban demi tanah kelahirannya, yang dengan penuh keyakinan menerjang suatu kekuasaan yang amat besar yang dinamakan penjajahan oleh bangsa asing, dan mereka tidak merasa terintimidasi dan terkagum-kagum terhadap kemancungan hidung dan putihnya kulit sang penjajah, tapi mereka merasa bahwa kita sama-sama manusia dan berhak hidup merdeka!
Dan sebagai pamrih dari kegigihan dan semangat mereka maka lahirlah suatu Maha Karya Agung yang dinamakan Negara Indonesia, Bayangkan! Dibalik penghinaan dan perendahan terhadap manusia-manusia yang disebut Bangsa Indonesia, dahulu manusia Indonesia mampu mendirikan suatu negara! prestasi yang luar biasa dan juga tidak luar biasa, karena di kemudian hari hasil karya manusia2 Indonesia terdahulu ini hanya dimanfaatkan oleh manusia2 Indonesia kini sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadi atau tempat numpang lahir beberapa manusia yang lalu pindah ke luar negeri atau bergaya seperti orang asing karena apa-apa yang asing lebih elite, lebih gaya, dan lebih kaya dan apa-apa yang Indonesia adalah kampungan, masa lalu, terbelakang, gak gaya dan gak elite, tanpa ada usaha yang gigih untuk me-tidak-kampung-kannya, meng-kini-kannya, me-maju-kannya, meng-gaya-kannya, dan meng-elit-kannya.
Kemana perginya orang-orang baik ini? Kemana perginya orang-orang yang gigih memperjuangkan sesuatu yang dinamakan Indonesia ini? Kenapa Tuhan tega-teganya memberikan anak-anak bangsa yang hanya mampu mengeluh dan membanding-bandingkan bangsanya sendiri dengan bangsa yang sudah maju tanpa diberkati kegigihan dan visi untuk mensejajarkan bangsanya dalam kemajuan juga, Kenapa Tuhan tega-teganya memberikan anak-anak bangsa yang lebih bangga menggunakan bahasa asing dan memalingkan muka dari tradisi dan bahasa ibunya sendiri dan malah mencibirnya dengan kata-kata kampungan… Oh Teganya… kalau saja Bumi Indonesia diberkati pilihan dan keinginan seperti layaknya manusia, mungkin dia berharap untuk tidak pernah lahir sama sekali ke dunia ini kalau hanya untuk dicerca dan disalahkan tanpa henti… Oh Teganya… Dan Ibu Pertiwi pun melanjutkan tangisnya yang seakan tiada henti…."