Rabu, 17 September 2008

BACK TO BACK

Hari Minggu lalu saya tak berniat pergi ke rumah ibadah, tetapi tampaknya Sang Pencipta punya rencana tersendiri, saya tak berdaya apa-apa. Niat awal itu berakhir dengan keberadaan saya di dalam rumah ibadah. Yang pada akhirnya saya tau mengapa Ia membuat saya berniat pergi setelah awalnya menolak. Ceritanya begini.........................


Saat ibadah mulai. Saya duduk manis mendengar musik berdendang dengan melodi menghentak-hentak. Para hadirin yang datang, berloncat menari, memuji Sang Khalik dengan teriakan lantang. Anggota paduan suara pun menaikkan kedua tangan dengan penuh suka cita, semuanya bergembira.......

Melihat situasi penuh kegembiraan itu, Tuhan menjewer saya....

" Saya mengikuti irama lagu yang naik turun, yang membuat saya bisa melakukan pemujian terhadap Tuhan seperti dalam mimpi, seperti seolah hidup saya bebas dari masalah. Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, kalau saya di dalam rumah ibadah bisa seperti orang kesurupan, apakh saya akan kesurupan seperti itu setelah pulang, setelah berada di luar ?? "

Di dunia nyata, sendiri, yang tak ada paduan suara, tak ada melodi dan drum yang menghentak-hentak. Kadang, saya tak tahu lagi apakah saya itu bernyanyi karena hanyut oleh musiknya atau memang terhanyut oleh cinta yang besar dan dalam kepada Tuhan, sehingga ada musik pengiring atau tidak, saya masih bisa kesurupan. Untuk saya pribadi, saya butuh musik pengiring yang menghanyutkan, yang kadang menipu perasaan saya untuk bisa kesurupan.

..............................................................................................................................................................................................


Kemudian nurani saya menyindir seperti biasa.

Apakah saya datang ke rumah ibadah hanya untuk kesurupan?? Untuk melupakan sejenak kesusahan hidup selama dua jam itu?? Sehingga saya melihat rumah ibadah, paduan suara, musik pengiring, dan khotbah yang memikat dan menyemangati seperti narkoba....
Yang memabukan dan mampu membuat saya lupa sejenak dari kesusahan hidup? Sehingga saya bisa menjadi manusia berbeda, di dalam dan di luar rumah ibadah...
" Ya bedalah, brooo..Enakan didalam, " kata hati nurani saya.....adem, suara itu berbunyi lagi".


Khotbah yang diberikan Minggu sore itu juga membakar semangat. Namun, apakah api semangat itu juga akan ada ketika saya merasakan putus asa. ........

" Jadi, didalam rumah ibadah saya bisa terbakar gara-gara pak pendeta, diluar saya terbakar beneren tanpa pak pendeta. Benar kata nurani saya kalau begitu......".

Jeweran terakhir hari itu, pada hari saya tak mengunjungi rumah ibadah, adalah soal rumah ibadah berpendingin ruangan. Saya datang dan merasa nyaman bukan karena rumah ibadah itu menyamankan saya, tetapi karena AC-nya benar-benar maknyuzzzzz. Saya nyaman, tidak kepanasan, sehingga saya bisa bernyanyi layaknya seorang bintang rock, dan mendengar khotbah dengan seksama. Bahkan, tak jarang saya ketiduran karena saking enaknya dielus-elus pendingin ruangan...ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhh.......


Kemudian datanglah pertanyaan dibatin saya, kalau ruang itu tak ber-AC, pakah saya akan menyimak dengan benar khotbah itu dan bernyanyi seperti orang kesurupan?? Saya tak bisa membayangkan, saya menyimak dengan benar jika dengan perasaan gerah kepanasan, sambil kipas-kipas. Dan, duduk dengan sabar sampai acara selesai...

Saya teringat masa kecil, dahulu, rumah ibadah tanpa AC tak pernah jadi masalah. Sama seperti ketika telepon genggam dahulu tak pernah ada, saya tak pernah punya masalah kalau saya tidak menggunakan telepon genggam, kalau rumah ibadah tak berpendingin ruangan?....

" Kan zaman sudah maju bos. Alkitab aja bisa kamu download ke telepon genggam, jadi bisa nemenin kemana-mana" itu nurani saya lagi yang bicara.
.................................................................................................................................................................................



Kemudian saya mencoba menjadi jujur sejenak. Bisa jadi saya datang ke rumah ibadah karena siraman rohani dari pengkhotbah, paduan suara dan pemusik, serta ruang yang dingin bisa menemani saya. Di luar, saya selalu harus berjuang. Sendiri. Dan, perjuangan yang tidak instan, yang panas, yang berkeringat, yang kadang memutusasakan, dan tak ada musik pengiring. Kalaupun ada, musiknya seringkali sumbang.....

Dulu saya berpikir, Sang Khalik dikunjungi satu minggu sekali saja sudah cukup. Di luar waktu itu, saya menggunakan kekuatan saya sendiri. Setelah mengalami peristiwa sok kuat dan sok tahu, saya berpikir seharusnya saya menempatkan Dia yang pertama dan menjadikan Dia sebagai teman sekerja saya dan tidak memisahkan Dia dari aktifitas saya setiap hari. Jadi saya tak perlu narkoba ketika tak ada paduan suara, tak ada pengkhotbah yang menyemangati, atau ruang pendingin...

Maka oleh sebab itu, akhirnya saya hadir di tempat ibadah itu, karena saya tak bisa men-download supaya pak pendeta, paduan suara, dan ruang ber-AC, juga SANG KHALIK, ada di telepon genggam saya untuk menemani saya kemana-mana..

Mending masuk ke dalam saja. " Yukkkkk Mariiii" itu suara nurani saya.

Tidak ada komentar: