Entah sebab lain, yang entah mengapa
Pada suatu malam
Mpu Prapanca bertamu dan bermalam
Di bilik imajinasiku yang sedang
meliarkan diri
Entah karena lelah
Entah sebab lain yang entah mengapa................
Mpu Prapanca ngamuk dan marah-marah
Sebuah muntah dia lempar ke wajahku
yang masih mentah, dan bau kencur ini
Anak muda, maafkan aku nenek-moyangmu
Gara-gara kata-kataku di kitab itu
Menjadi begini wajah majapahit di eramu
Aku melongo, sebuah pertanyaan goblok
aku sampaikan
Wonten Menopo, Mpu ??
Kok resah, kok ngamuk, kok merasa
bersalah macam perempuan aja main
perasaan...
Apa ketika menulis buku itu Mpu
Prapanca, mengantuk atau lagi bloon
gara-gara arak bali oleh-oleh Raja Ken
Arok ?
Sehingga Mpu keliru menulis naskah?
Bukan anak muda, tetapi
Kata-kata yang dijadikan semboyan
Dan jiwa majapahitmu sekarang
Seharusnya tidak kutuliskan
Seharusnya kusembunyikan
Mpu, kataku dengan nada tinggi,sangat
mirip adegan saat leonardo de caprio
bercumbu di mobil kuno dengan kate
winslt dalam film titanic, bukankah
kata-kata itu indah, bukankah kata-kata
itu penuh makna dan arti?
Bukankah kata-kata itu berwarna cerah?
jawab beliau, dengan nada emosi, mirip
seperti adegan dalam film ayat-ayat
cinta " saat ken arok beradu mulut,
berdebat dengan Toenggoel Amoetoeng
merebutkan hati ken dedes "
Indah gundulmu
Cerah ndasmu
Bermakna Matamu...
Kata-kata itu bisu, dibisukan
Kalau sekadar dijadikan semboyan, Oke-
lah, no problemo el nino espanyola
sutralah...
Tapi oleh punggawa-punggawa majapahitmu
itu
Kata-kataku dijadikan bunker;
persembunyian
Maksud Mpu?
Kautahu makna kata-kata itu
"BERBEDA-BEDA TETAPI SATU JUA"
Dengan makna itulah pembesar-pembesar
majapahitmu
Menyembunyikan “SATU” mereka...
Apa “SATU” itu Mpu?
Goblok tenan koe le, habis satu ya dua,
habis dua, ya tiga...
intinya to le :
Jadi, meski berbeda-beda cara
Ciri mereka satu: NAFSU SINGGASANA atau
dengan kata lain GILA KUASA
Kalau begitu Mpu, beri aku restu untuk
mampu
Memotong sepasang kaki garuda
Yang mencengkeram erat dan melaksanakan
kata-katamu itu
Baiklah anak muda
Restuku untukmu........
Tapi aku tak bisa menjadi pengacaramu
Seandainya nanti kau jadi terdakwa
kasus mutilasi
Sebab, sebagaimana garuda itu
Aku pun hanya seonggok mayat
Kemampuanku terbatas pada wilayah
kuburan, dan sejarah...
Terimakasih atas restumu Mpu
Itu sudah cukup bagiku, sebab
bagaimanapun
Majapahit di eraku
Tidak mengenal istilah pengacara
Yang dikenal hanyalah narapidana dan
penjara
Yang sangat terkenal adalah para
penguasa
Clink
Hening.
Maknyus.
Mpu hilang, aku tertilang
Seorang prajurit datang, mengucap
salam, selamat siang pak, sambil
memberi hormat kepada saya...
“titip sidang atau sekarang?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar